Manajemen Stres: Strategi, Efektivitas, dan Implikasinya bagi Remaja dan Mahasiswa

Manajemen Stress

Manajemen Stres: Strategi, Efektivitas, dan Implikasinya bagi Remaja dan Mahasiswa

Manajemen Stres: Strategi, Efektivitas, dan Implikasinya bagi Remaja dan Mahasiswa-Manusia dalam berbagai fase kehidupannya tidak lepas dari paparan stres, termasuk pada fase remaja dan masa perkuliahan. Remaja merupakan kelompok usia yang sangat rentan mengalami stres akibat tekanan akademik, sosial, maupun psikologis. Dilansir dari dataindonesia.id gangguan kesehatan mental yang paling dikhawatirkan berkaitan dengan stres/burnout mencapai 56%. Hal ini menuntut perlunya strategi efektif dalam manajemen stres, baik secara preventif maupun intervensif.

Konsep Dasar Manajemen Stres

Manajemen stres didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam mengenali sumber stres dan mengembangkan keterampilan coping yang sesuai guna mengurangi dampak negatif stres terhadap kesejahteraan. Manajemen stres merupakan keterampilan penting dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Tiga tahap utama dalam pelatihan manajemen stres meliputi: (1) mengenali stres dan sumbernya, (2) mempelajari keterampilan coping, dan (3) mempraktikkan serta mengevaluasi teknik yang digunakan. 

Teknik Manajemen Stres

Berbagai teknik manajemen stres telah diidentifikasi dan diuji efektivitasnya, khususnya pada remaja dan mahasiswa. Berdasarkan studi literatur dan penelitian eksperimental yang dikaji dalam jurnal-jurnal yang diunggah, terdapat lima teknik utama:

Problem-Focused Coping (PFC)

Problem-Focused Coping adalah strategi penanggulangan stres yang fokus pada identifikasi, analisis, dan penyelesaian akar penyebab stres secara langsung. Teknik ini digunakan ketika individu merasa memiliki kontrol terhadap situasi stres yang mereka hadapi, sehingga intervensi terhadap sumber masalah dianggap mungkin dan bermanfaat. Dalam penerapannya, individu akan terlebih dahulu mengidentifikasi sumber stres, lalu menganalisis penyebabnya, dan merancang langkah-langkah konkret untuk menyelesaikannya. Pendekatan PFC tidak hanya membantu mengurangi stres secara langsung, tetapi juga menumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan memecahkan masalah yang akan berguna dalam jangka panjang. Idris dan Pandang (2018) menunjukkan bahwa PFC mampu menurunkan stres pada siswa terhadap pelajaran matematika.

Emotional-Focused Coping (EFC)

EFC melibatkan pengalihan emosi negatif melalui aktivitas menyenangkan. Beberapa bentuk Emotion-Focused Coping meliputi mencari dukungan emosional dari orang lain, menulis jurnal atau mencurahkan isi hati, melakukan aktivitas relaksasi seperti berkomunikasi atau bernapas dalam, hingga menggunakan mekanisme spiritual seperti berdoa dan menerima dengan ikhlas. Meskipun EFC tidak menyelesaikan masalah secara langsung, pendekatan ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan mental, mengurangi kecemasan, dan memberikan ruang untuk pemulihan emosional. Berliana dan Wardani (2017) menunjukkan bahwa anak jalanan kerap menggunakan strategi ini untuk meredakan stres akibat pengucilan sosial, meski tidak menyelesaikan akar permasalahan.

Group Discussion Therapy

Pendekatan ini berbasis kelompok dan dirancang dalam beberapa sesi, termasuk diskusi, simulasi, dan feedback. Dalam sesi ini, peserta dipandu oleh seorang fasilitator atau terapis profesional yang bertugas mengarahkan alur diskusi, menjaga keamanan emosional kelompok, serta mendorong keterbukaan dan empati di antara para anggota. Tujuan utama dari Group Discussion Therapy adalah memberikan ruang bagi individu untuk saling berbagi pengalaman, mendapatkan perspektif baru, serta merasa didukung oleh orang lain yang mengalami hal serupa. 

Proses ini menciptakan rasa kebersamaan dan mengurangi perasaan terlindungi, yang sering kali dialami oleh individu yang sedang menghadapi tekanan atau gangguan psikologis tertentu. Terapi ini dapat digunakan dalam berbagai konteks, seperti pemulihan dari stres kerja, trauma, kecemasan sosial, gangguan depresi, Kecanduan, hingga pengembangan diri dan peningkatan keterampilan interpersonal. Mawaddah dan Titiani (2016) membuktikan efektivitas teknik ini dalam menurunkan stres pada siswa pesantren.

Pendekatan Konseling Behavioral

Pendekatan Konseling Behavioral adalah salah satu metode konseling yang fokus pada perilaku yang tampak dan dapat diamati sebagai indikator utama permasalahan psikologis seseorang. Pendekatan ini berpijak pada prinsip dasar psikologi behavioristik, yaitu bahwa perilaku manusia dibentuk dan dipengaruhi oleh lingkungan melalui proses pembelajaran, penguatan (reinforcement), dan hukuman (punishment). Tujuan utama dari konseling behavioral adalah membantu konseli mengidentifikasi masalah perilaku yang mereka miliki, memahami faktor-faktor pemicu dan penguatnya, lalu membangun strategi perubahan perilaku secara sistematis . Dalam prosesnya, konselor akan menggunakan berbagai teknik seperti penguatan positif , desensitisasi sistematis , pemodelan (modeling) , latihan perilaku (behavioral rehearsal) , dan pengendalian diri (teknik manajemen diri). Meski berguna, teknik ini kurang efektif pada remaja yang merasa malu atau enggan terbuka, sebagaimana diungkap Hartini (2018).

Guided Imagery

Teknik relaksasi ini menggunakan visualisasi hal-hal menyenangkan untuk mengurangi tekanan psikofisiologis. Dalam praktiknya, seseorang dibimbing, baik melalui suara seorang fasilitator, audio rekaman, maupun skrip tertulis untuk membayangkan suatu adegan atau situasi yang positif, damai, dan menyenangkan dengan detail yang kaya, termasuk warna, suara, aroma, tekstur, hingga sensasi emosional. Guided imagery bekerja berdasarkan prinsip bahwa pikiran dan tubuh saling terhubung, sehingga imajinasi yang kuat dapat mempengaruhi kondisi fisik maupun psikologis. 

Teknik ini juga sangat bermanfaat dalam dunia pengembangan sumber daya manusia, terutama dalam membangun kepercayaan diri, motivasi, dan kesiapan mental menghadapi tantangan. Dalam praktiknya, sesi guided imagery biasanya dimulai dengan latihan pernapasan atau relaksasi ringan, lalu dilanjutkan dengan narasi visualisasi yang terstruktur. Sugiyanti et al. (2017) menunjukkan bahwa guided imagery dapat menurunkan stres siswa boarding school secara signifikan, meskipun efektivitasnya bergantung pada imajinasi pengguna.

Efektivitas Pelatihan Manajemen Stres

Pelatihan manajemen stres yang dirancang secara sistematis terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan coping pada mahasiswa. Penelitian oleh Hakim et al. (2017) menggunakan metode pretest-posttest menunjukkan peningkatan skor rata-rata manajemen stres dari 9,61 menjadi 13,80 dengan signifikansi p<0,05, menunjukkan efektivitas pelatihan dua hari tersebut.

Pelatihan ini terdiri dari materi teoritis tentang stres dan teknik coping, serta simulasi seperti role play dan teknik relaksasi. Mayoritas peserta menyatakan bahwa pelatihan ini berguna dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pelatihan juga dinilai memberikan bekal untuk pengembangan pribadi dan akademik yang lebih baik.

Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Stres

Kemampuan seseorang dalam mengelola stres tidak hanya ditentukan oleh metode atau teknik yang digunakan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal seperti dukungan sosial berperan signifikan. Dukungan ini bisa berbentuk dukungan emosional, seperti kehadiran orang-orang terdekat yang mampu mendengarkan dan memberikan rasa aman; dukungan informasional, yaitu adanya saran, masukan, atau arahan yang membantu seseorang memahami situasi yang dihadapi; serta dukungan instrumental, berupa bantuan nyata seperti bantuan menyelesaikan tugas atau meringankan beban kerja.

Di sisi lain, faktor internal seperti kepribadian juga memiliki kontribusi besar. Individu dengan sifat optimis cenderung melihat tantangan sebagai peluang untuk tumbuh, bukan sebagai ancaman. Selain itu, karakteristik ketahanan psikologis (hardiness) yang mencakup komitmen, kontrol, dan tantangan membuat seseorang lebih siap menghadapi tekanan hidup. Mereka yang tangguh secara mental tidak mudah goyah dalam situasi sulit karena mereka percaya bahwa mereka mampu mengendalikan respons terhadap situasi tersebut dan melihat stres sebagai bagian dari proses pembelajaran.

Manajemen stres merupakan keterampilan esensial yang harus dimiliki oleh remaja dan mahasiswa dalam menghadapi tekanan hidup. Manajemen stres yang efektif bukan hanya soal teknik relaksasi atau pengaturan waktu, tetapi merupakan perpaduan antara lingkungan yang suportif dan kekuatan pribadi dalam menyikapi tekanan.Teknik seperti guided imagery, problem-focused coping, dan pelatihan berbasis simulasi telah terbukti efektif. Program pelatihan dan edukasi manajemen stres harus menjadi bagian integral dalam kebijakan pendidikan dan layanan bimbingan konseling di sekolah maupun universitas.

Referensi

Aulia, Z. B. M., Ester, L., & Pristya, T. Y. R. (2020). Teknik Manajemen Stres yang Paling Efektif pada Remaja: Literature Review. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 12(4), 191–196. 

Harnawati, R. A. (2023). Penerapan Manajemen Stres untuk Mengelola Stres. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung, 11(2), 117–122. 

Hakim, G. R. U., Tantiani, F. F., & Shanti, P. (2017). Efektivitas Pelatihan Manajemen Stres pada Mahasiswa. Jurnal Sains Psikologi, 6(2), 75–79.

Kunjungi website kami di hafaragroup.com atau hubungi kami untuk konsultasi kebutuhan Anda.